Penulis : Ilham Satria Lubis
Jakarta, STABILITASBISNIS.COM – Baru kemarin masyarakat Indonesia menghadapi kenaikan harga bahan bakar, kelangkaan minyak goreng dan juga harga bahan pokok yang ikut mengalami kenaikan. Sekarang masyarakat Indonesia di hebohkan dengan kabar bahwa pemerintah akan menerapkan sistem Berbayar Nomor Induk Kependudukan (NIK).
Kabarnya setiap masyarakat yang akan mengakses Nomor Induk Kependudukan (NIK) akan di kenakan biaya sebesar Rp 1.000,00 setiap satu kali akses NIK mereka. Kabar NIK berbayar ini sontak membuat seluruh masyarakat gaduh di media sosial.
Direktur Jendral Kependudukan dan Catatan Sipil Kementrian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh mengatakan kalau aturan tersebut akan berlaku bagi lembaga pengguna database kependudukan.
Pasalnya di situasi saat ini masyarakat sedang mengalami pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Justru dibalik itu semua pemerintah akan menerapkan sistem berbayar pada NIK yang nantinya dapat membantu Ditjen Dukcapil dalam melakukan pemeliharan dan pengembangan sistem jangka panjang.
Zudan mengatakan terkait perihal NIK berbayar sudah disosialisasikan ke berbagai lembaga sesuai rapat terdahulu untuk akses NIK Rp 1.000,00 per akses NIK.
Selanjutnya Zudan juga menambahkan kalau perangkat keras server data kependudukan sudah menginjak 10 tahuan dan sudah tidak ada masa garansinya ditambah suku cadang perangkat keras tersebut sudah tidak ada di pasaran. Bukan tidak ingin di perbarui, tetapi pemerintah tidak ada anggaran untuk memperbarui server data kependudukan. Walaupun sudah empat kali Kemendagri mengajukan anggaran utuk memperbarui server tersebut tetapi selalu saja ditolak oleh Kementrian Keuangan.
Mengenai hal tersebut, Mentri Dalam Negeri Tito Karnavian telah menyetujui serta memparaf draf RPP PNBP tersebut. Dalam menangani pelayanan administrasi kependudukan mentri dalam negeri di fasilitasi oleh SIAK Terpusat.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Luqman Hakim juga ikut menanggapi hal tersebut. Ia mengatakan kalau dirinya merasa khawatir kalau hal tersebut bisa berdampak pada keamanan data penduduk Indonesia.
“Kita menghadapi ancaman serius mengenai data kependudukan. Hampir 200 juta data kependudukan yang tersimpan di data center Dukcapil Kementerian Dalam Negeri terancam hilang atau musnah,” Ungkap Lukman.