Penulis : Yudi Rachman I Editor : Yudi Rachman
Jakarta, STABILITASBISNIS.COM – Jokowi menyampaikan oleh-oleh sepulang Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang diselenggarakan pada 30-31 Oktober 2021 di Roma-Italia dan KTT Pemimpin Dunia COP26 yang berlangsung pada 1-2 November 2021 Glasgow, Inggris Raya kepada Dewan Komisaris dan Direksi Pertamina dan PLN pada Selasa (16/11) di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat.
Seperti diketahui, di dalam kedua forum internasional tersebut perubahan iklim menjadi isu utama pembahasan. Maka, sebagai perusahaan yang bergerak di sektor energi, PT Pertamina dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang sangat terkait langsung dengan isu yang saat ini tengah menjadi isu global dan menjadi tren pada masa mendatang perlu mengikuti perjalanan isu tersebut.
Ketika memberikan pengarahan kepada kedua perusahaan BUMN tersebut di Istana Kepresidenan Bogor pada Selasa (16/11/2021), Jokowi menyampaikan pesan mengenai masa peralihan menuju energi yang lebih ramah lingkungan, sebagai salah satu upaya pemerintah dalam mengendalikan perubahan iklim.
Jokowi mendorong kepada Pertamina dan PLN untuk segera menyiapkan perencanaan transisi energi dari energi fosil menjadi energi hijau. “Memang kita mengetahui, bahwa transisi energi memang tidak bisa ditunda-tunda. Oleh sebab itu, perencanaannya, grand design-nya, itu harus mulai disiapkan. Tahun depan kita akan apa, tahun depannya lagi akan apa, lima tahun yang akan datang akan apa,” ucap Jokowi.
Jokowi melanjutkan, bahwa penyiapan transisi energi menuju energi hijau merupakan keharusan. Oleh karena itu, ia meminta Pertamina dan PLN dapat menggunakan waktu sebaik-baiknya untuk memperkuat fondasi menuju transisi energi. “Ini yang harus mulai disiapkan, mana yang bisa digeser ke hidro, mana yang bisa digeser ke geotermal, kemudian mana yang bisa digeser ke surya, mana yang bisa digeser ke bayu,” ucap Jokowi.
Jokowi menuturkan, saat ini suplai energi terbesar di Indonesia masih bersumber dari batu bara, yaitu sebesar 67 persen, kemudian bahan bakar atau fuel 15 persen, dan gas 8 persen. Apabila Indonesia berhasil mengalihkannya, maka akan berdampak pada neraca pembayaran yang dapat memengaruhi mata uang Indonesia.
“Kalau kita bisa mengalihkan itu ke energi yang lain, misalnya mobil diganti listrik semuanya, gas rumah tangga diganti listrik semuanya, karena di PLN oversupply. Artinya, suplai dari PLN terserap, impor minyak di Pertamina menjadi turun,” tuturnya.
Terkait investasi, Jokowi juga mendorong agar tidak mempersulit investasi. Ia menilai, jumlah investasi yang ingin diberikan kepada Pertamina dan PLN sangat banyak. “Keputusan investasi boleh oleh perusahaan, tetapi pemerintah juga memiliki strategi besar untuk membawa negara ini ke sebuah tujuan yang kita cita-citakan bersama,” ucapnya. Dunia cepat mengalami perubahan sehingga rencana besar yang tengah dilakukan dapat berubah menyesuaikan keadaan. Oleh karena itu, kesempatan investasi dari luar harus dibuka seluas mungkin.
***