Oleh : Yudi Rachman
Jakarta, STABILITASBISNIS.COM – Kasus korupsi masih saja membelit negeri ini. Tidak tanggung-tanggung korupsi yang dibongkar kejaksaan Agung (Kejagung) diduga berpotensi merugikan negara hingga 8,8 triliun rupiah.
Tidak hanya itu, yang mengagetkan, korupsi itu dilakukan oleh Direktur Utama (Dirut) perusahaan BUMN yang pernah menyabet penghargaan sebagai CEO terbaik beberapa kali.
Kemarin (Senin, 27/6/2022) Kejgung telah menetapkan Emirsyah Satar sebagai tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat di maskapai Garuda Indonesia.
Dugaan tindakan korupsi yang dilakukaan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk periode 2005 hingga 2014 itu berpotensi merugikan negara hingga Rp 8,8 triliun.
Jaksa Agung ST Burhanuddin memaparkan bahwa Emirsyah Satar yang pernah terpilih menjadi CEO terbaik di Indonesia selama 6 tahun berturut-turut, selama menjabat posisi tertinggi di perusahaan maskapai milik pemerintah itu memiliki peran cukup sentral dalam kasus pengadaan pesawat yang menjeratnya.
“[Emirsyah Satar] ini pada waktu itu ini bertanggung jawab atas Pelaksanaan kerja selama dia menjabat sebagai Direktur,” tutur Burhanuddin, seperti dikutip StabilitasBisnis pada Rabu (29/6) dari laman resmi Kejaksaan Agung.
Burhanuddin menuturkan bahwa Emirsyah Satar juga berperan membocorkan informasi mengenai rencana pengadaan pesawat kepada tersangka SS, yang berperan sebagai perantara bagi perusahaan pengadaan pesawat.
Padahal tindakan tersebut menyalahi dengan Pedoman Pengadaan Armada (PPA) milik PT. Garuda Indonesia.
Emirsyah bersama Dewan Direksi HS dan Capt AW juga memerintahkan tim pemilihan untuk membuat analisa tambahan dengan menambahkan sub kriteria yang menggunakan pendekatan Nett Present Value (NPV).
Dengan tujuan supaya pesawat Bombardier CRJ-1000 dan pesawat ATR 72-600 dipilih pihak Garuda Indonesia.
Selain melakukan proses rekayasa analisa kelayakan pemilihan, ES juga menerima gratifikasi dari pihak manufaktur melalui tersangka SS dalam proses pengadaan pesawat Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600.
Sementara itu, tersangka Soetikno Soedarjo alias SS karena sudah mengetahui rencana pengadaan pesawat dari ES, maka SS langsung melakukan komunikasi dengan pihak manufaktur.
ES lalu mempengaruhi tersangka SS dengan cara mengirim analisa yang dibuat oleh pihak manufaktur, sehingga tersangka ES menginstruksikan tim pengadaan untuk berpedoman kepada analisa yang dibuatnya sehingga memilih Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600.
Kemudian setelah proses pengadaan pesawat Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600 itu terjadi, SS berperan sebagai perantara dalam memberikan komisi dari pihak manufaktur kepada tersangka ES.
Kasus yang membelit CEO terbaik se Asia Pasifik pada 2014 ini bukanlah yang pertama kalinya, pada 19 Januari 2017, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Emirsyah Satar sebagai tersangka kasus suap saat menjabat sebagai Direktur Utama Garuda Indonesia.
KPK menduga Emirsyah menerima suap dalam bentuk uang dan barang, yaitu dalam mata uang euro sebesar 1,2 juta euro dan USD 180 ribu atau setara dengan Rp 20 miliar. Selain itu, Emirsyah diduga menerima suap dalam bentuk barang dengan total nilai USD 2 juta.***