Penulis : Yudi Rachman
Jakarta, STABILITASBISNIS.COM – Proses menuju kepemimpinan baru Otoritas Jasa Keuangan (OJK) jilid ketiga sudah bergulir. Senin (31/1) Panitia Seleksi (Pansel) menerbitkan pengumuman nama-nama yang lolos administratif dari ratusan calon untuk memperebutkan 7 (tujuh) singgasana anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) periode 2022-2027.
Pengumuman yang ditandatangani Sri Mulyani selaku Ketua Pansel menyebutkan, bahwa sebanyak 155 orang dinyatakan lolos Tahap I (Seleksi Administratif). Jika diperhatikan, dari nama-nama yang tercantum, memang berasal dari latar belakang yang beragam. Ada beberapa nama yang sudah cukup dikenal publik karena posisinya sebagai regulator, akademisi, atau praktisi industri. Komposisi yang tidak jauh berbeda dengan yang pernah terjadi pada OJK jilid kedua.
Bila melihat dari latar belakang OJK 1 jilid pertama dan kedua, dimana keduanya berlatar belakang regulator, yakni Bank Indonesia, maka bila pada jilid ketiga ini muncul sebuah harapan bahwa OJK 1 nanti diisi oleh sosok yang besar sebagai praktisi industri, sepertinya memang patut dipertimbangkan. Apalagi bila melihat tantangan industri keuangan ke depan, baik perbankan, IKNB dan fintech, diprediksi akan semakin beragam dan kompleks.
Munculnya persoalan yang menimpa sektor keuangan, baik perbankan maupun IKNB (Industri Keuangan Non Bank) dalam beberapa tahun belakangan, seperti Asuransi Bumiputera, ASABRI, Jiwasraya, dan persoalan lainnya, seperti menjadi latar belakang dan semakin menguatkan harapan, bahwa figur OJK 1 ke depan membutuhkan sosok yang matang dan berpengalaman sebagai praktisi, namun tentu harus juga paham dengan baik seluk-beluk regulasi yang berkembang.
Pengamat industri asuransi dan penjaminan, Diding S Anwar berpandangan, memang sebaiknya untuk Ketua Dewan Komisioner OJK adalah figur yang paripurna. “Pernah menjadi regulator dan berpengalaman menjadi praktisi, cuma sosok seperti itu tidak mudah mencarinya.” ucap Diding.
Sebagai lembaga yang mengawasi aset keuangan dengan total aset lebih dari Rp 19.418 triliun yang tersebar di sektor perbankan, IKNB, dan pasar modal, OJK menjadi lembaga raksasa yang diperebutkan oleh beragam kepentingan. Maka, wajar bila terjadi tarik-menarik kepentingan untuk menempatkan jagoannya pada salah satu dari tujuh kursi yang tersedia, termasuk mengincar kursi OJK 1.
Selain dikotomi regulator atau praktisi, di kalangan publik pun sudah santer beredar mengenai jaringan (connection). Sudah sulit disangkal, peran koneksitas dalam mendorong sosok tertentu untuk menempati sebuah kedudukan mempunyai peran yang tidak bisa dianggap sepele. Baik itu koneksi yang berlatar kampus, dimana sang calon pernah menimba ilmu, maupun koneksi yang terkait dengan dunia profesionalnya.
Pada sektor keuangan, sudah menjadi rahasia umum ‘pertarungan’ terjadi antara UI dan UGM connection masih begitu kuat terasa. Coba perhatikan saja, asal kampus yang bertengger di puncak sektor keuangan baik sebagai regulator maupun praktisi. Kebanyakan berasal dari dua kampus tersebut. Apakah ini kebetulan? Mungkin saja. Kalau itu terjadi sesekali. Namun, sepertinya sudah bukan lagi kebetulan bila terjadinya bertahun-tahun lamanya. Dimana ‘pertarungan’ tersebut sudah berumur cukup panjang, berawal dari awal-awal era orde baru hingga masih lestari hingga kini.
Dan, kursi OJK 1 mustahi lepas dari tarik-menarik connection tadi. Kalau dua jilid sebelumnya, connection regulator dan industri begitu menonjol, menutupi connection latar kampus yang sebenarnya lumayan terasa getarannya. Pada jilid tiga ini, pertarungan connection akan semakin kompleks.
Selain regulator dan industri, UI dan UGM, juga ditambah dengan seberapa dekat kandidat dengan partai penguasa. Variabel yang terakhir ini memang seperti menjadi variabel bebas, bila variabel yang disebutkan sebelumnya sudah kuat, maka variabel ketiga akan menjadi faktor penentu. Namun tetap saja, ketiga variabel tadi masih belum final, selama prosesnya terus berjalan, kemungkinan masuknya variabel baru tetap terbuka lebar.
***
Setelah tahap administrasi usai, tahap berikutnya adalah Pansel meminta penilaian masukan dari masyarakat, rekam jejak, dan makalah. “Dalam rangka Seleksi Tahap II (Penilaian Masukan dari Masyarakat, Rekam Jejak, dan Makalah), masyarakat diminta berpartisipasi untuk memberikan masukan dan/atau informasi mengenai integritas, rekam jejak, dan/atau perilaku Calon Anggota DK OJK yang lulus Seleksi Tahap I (Seleksi Administratif),” demikian bunyi surat pengumuman hasil seleksi Tahap I Pansel OJK.
Masyarakat dapat menyampaikan masukan dan/atau informasi kepada Panitia Seleksi melalui email seleksi-dkojk@kemenkeu.go.id atau melalui surat yang dikirimkan kepada Panitia Seleksi dengan alamat Gedung Djuanda I lantai G, Jalan Dr. Wahidin Raya No. 1 Jakarta Pusat 10710, mulai Senin, 31 Januari 2022 hingga diterima paling lambat pada Rabu, 16 Februari 2022 pukul 23.59 WIB.
Di dalam pengumuman tersebut juga disebutkan, “Bukti atau dokumen pendukung dipindai dan dilampirkan pada email atau dilampirkan pada surat (apabila ada). Panitia Seleksi menjamin kerahasiaan identitas masyarakat serta masukan dan/atau informasi yang diberikan. Panitia Seleksi tidak melakukan korespondensi atas masukan dan/atau informasi yang diterima.”
Melalui pesan tertulis, Diding S Anwar menyampaikan, calon Dewan Komisioner OJK harus mampu menyelamatkan aset bangsa Indonesia seperti AJB Bumiputera 1912. “Nahkoda terpilih harus mampu merealisasikan payung hukum bentuk Usaha Bersama atau Mutual (sesuai 2 Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Perintah Pembuatan UU Usaha Bersama.”
Sebagai praktisi IKNB yang sudah malang-melintang lebih dari 40 tahun, Diding berharap kepada anggota Dewan Komisioner, khusus Kepala Eksekutif IKNB, paling tidak berpengalaman minimal mengawasi 3 (tiga) industri di OJK atau industri yang karakternya mirip dengan pembiayaan, asuransi atau penjaminan, dan dana pensiun. Kemudian mengerti visi OJK dan permasalahan yang ada, dan tentu saja berkomitmen menyelesaikannya tanpa janji-janji. Selanjutnya, Diding juga menyebutkan calon harus terbukti bisa menertibkan industri jasa keuangan dan tidak memiliki nilai negatif di mata masyarakat dan industri.
Tidak hanya itu, Direktur Utama Perum Jamkrindo 2012 – 2017 masih menyebutkan syarat yang lain,yaitu : berpengalaman dalam menangani regulasi di OJK atau IKNB serta melindungi masyarakat konsumen; memiliki wawasan yang mampu mengimbangi kecepatan perkembangan industri. “Juga mampu berkoordinasi dengan DK yang lain sebagai sinergi pengawasan dan pengaturan atas integrasi industri keuangan-perbankan (saluran distribusi asuransi), pasar modal (sebagai tempat pengembangan dana INKB).”
Diding menambahkan, syarat selanjutnya adalah, mampu meningkatkan kualitas SDM sehingga dapat mengimbangi tuntutan kompetensi pelaku di industri. Dan, lebih berpihak kepada kedaulatan anak negeri (UMKM) dan tidak larut dalam indoktrinasi mazhab asing dan aseng. Kemudian yang terakhir atau yang kesepuluh, “Tegas dan berani mengambil keputusan (nothing to lose), tanpa pamrih. Berani berbeda pendapat dan memiliki keteguhan untuk memperjuangkan IKNB,” jelas Diding.
Sementara untuk kursi OJK 1, Direktur Utama PT Jasa Raharja (Persero) Periode 2008 – 2012 itu berpendapat, sebaiknya untuk Ketua DK OJK diutamakan orang yang sudah paripurna dalam artian pernah memegang peran sebagai regulator dan praktisi sekaligus akademisi. “Yang pada intinya, sosok tersebut siap mengatur, mengawasi juga melindungi masyarakat konsumen dan memajukan Industri Keuangan sesuai amanah undang-undang.”
Ditambah lagi, harus punya leadership style yang kuat. Seperti diketahui, OJK ke depan, selain menghadapai beragam tantangan, juga harus membereskan persoalan besar yang belum tuntas, seperti AJB Bumiputera 1912, Kresna, Adi Sarana, Asabri, Taspenlife, dan juga sektor pasar modal seperti persoalan yang membelit Minna Padi dan banyak lagi yang lainnya. “Jadi, memang dibutuhkan OJK 1 yang strong gaya kepemimpinannya,” pungkas Diding.
***