Jakarta, STABILITASBISNIS.COM – Sebagai negara dengan e-commerce terbesar di kawasan ASEAN. Dengan pertumbuhan diperkirakan mencapai USD 124 miliar pada 2025. Indonesia adalah pasar yang empuk untuk berseminya model keuangan digital. Ditambah lagi masa pandemi yang memaksa masyarakat minim berinteraksi, maka wajar bila kemudian transaksi digital tumbuh pesat. Transaksi online selama pandemi diprediksi volumenya tumbuh hingg 41 persen.
Faktor pendorong berikutnya adalah bonus demografi. Dimana kalangan milenial mulai mendominasi struktur demografi masyarakat dan begitu digital friendly sehingga memaksa terjadinya perubahan perilaku masyarakat dalam bertransaksi.
Menurut Anung Herlianto, Direktur Eksekutif Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK, isu global sebagai akibat dari pandemi Covid-19 telah memicu dua hal. Percepatan yang mendorong bank digitalisasi secara global. Dimana bank dituntut lebih kontributif karena perubahan ekspektasi stakehoder.
Pada sisi lain, lanjutnya, terjadinya perubahan ekosistem yang ditujukan dengan aksi korporasi perbankan. Bank yang dulunya tertutup, suka atau tidak suka harus berkembang dan menjadi lebih terbuka. Karena ada tantangan struktural, ada daya saing yang jika tidak diakomodir akan membuat nasabah pergi begitu saja. “Untuk itu perlu berbagai kebijakan sebagai stimulus, supaya bank melakukan akselerasi digital, ucapnya dalam Virsem LPPI (30/8/2021)
Ia menambahkan, di dalam roadmap perbankan Indonesia sampai 2025, OJK akan terus mendorong perbankan untuk melakukan transformasi digital. “Sebagai upaya mendorong inovasi, sehingga bank menjadi solid dan mampu menjaga kepercayaan masyarakat dengan layanan perbankan digital yang minim risiko,” jelas Anung.
Tidak hanya industri yang harus bertrasnformasi, regulator pun mau tidak mau mereformasi dirinya. “Sekarang kita mendorong akselerasi dan transformasi digital. At the same time, pengawas, pengatur dan perijinan juga mereformasi diri untuk itu. Tujuannya, penguatan peran perbankan pada ekonomi nasional,” jelas Anung.
Di dalam POJK Nomor 12/POJK.03/2021 tentang Bank Umum, sebenarnya tidak mendikotomikan bank digital dan bank yang lain. Sebab dalam peratruan, hanya mengenal bank umum dan bank BPR. Sementara bank digital bisa berupa bank eksisting yang layanannya bertransformasi menjadi digital atau bank yang berdiri dengan ijin bank full digital.
“Pertanyaannya apakah OJK pernah memberi ijin kepada bank yang full digital? Jawabannya, sampai saat ini belum ada bank baru yang beroperasi dengan bank full digital. Yang ada adalah bank eksisting yang mentransformasikan layanan bank digitalnya dan mendapat ijin dari OJK mengeni layanan digital ini,” jelasnya.
(ed:ydr-001)