Jakarta, StabilitasBisnis.com – Jepang saat ini sedang menghadapi krisis kelahiran yang serius, dengan tingkat kelahiran yang menurun tajam dan populasi yang menua dengan cepat. Menurut data terbaru, pada tahun 2021, tingkat kelahiran Jepang mencapai rekor terendah dengan hanya 840.000 bayi yang lahir, sementara tingkat kematian mencapai 1,4 juta orang.
Menurut para ahli, ada beberapa faktor yang menyebabkan krisis kelahiran ini. Salah satu faktor utama adalah perubahan budaya di Jepang, di mana karier diutamakan daripada membangun keluarga. Banyak wanita yang lebih memilih untuk bekerja dan menghindari kehamilan karena alasan finansial atau karir.
Selain itu, biaya untuk merawat anak juga menjadi masalah besar di Jepang. Biaya pendidikan dan perawatan anak yang tinggi membuat banyak pasangan memilih untuk memiliki hanya satu anak atau bahkan tidak memiliki anak sama sekali.
Pemerintah Jepang telah mencoba untuk mengatasi krisis kelahiran ini dengan berbagai kebijakan, seperti memberikan insentif finansial bagi keluarga yang memiliki anak, meningkatkan perawatan anak di fasilitas umum, dan meningkatkan akses untuk pengasuhan anak bagi para pekerja.
Namun, upaya pemerintah tersebut belum menunjukkan hasil yang signifikan. Sementara itu, populasi Jepang yang semakin menua telah menimbulkan berbagai masalah sosial dan ekonomi, termasuk penurunan konsumsi dan penurunan daya beli.
Dalam rangka mengatasi krisis kelahiran ini, para ahli menyarankan bahwa Jepang harus memperkuat dukungan sosial dan finansial bagi keluarga dengan anak-anak, serta meningkatkan aksesibilitas terhadap perawatan anak dan fasilitas pendidikan.
Namun, mengatasi krisis kelahiran di Jepang adalah masalah kompleks yang memerlukan solusi jangka panjang yang melibatkan berbagai aspek kehidupan, termasuk budaya, sosial, dan ekonomi.