Penulis : Yudi Rachman I Editor : Yudi Rachman
Jakarta, STABILITASBISNIS.COM – Transisi dari energi fosil ke energi baru terbarukan sedang disiapkan oleh banyak negara. Kesiapan masing-masing negara akan berpengaruh terhadap seberapa cepat masa transisi tersebut akan dilewati. Semakin siap, maka akan lebih cepat. Semakin cepat masa transisi itu terlalui, maka potensi menjadi salah satu ‘pemain’ akan semakin terbuka lebar. Karena tidak bisa dipungkiri, ada potensi bisnis yang begitu besar dibalik perubahan menuju energi baru dan terbarukan ini.
Dalam pertemuan dengan komisaris dan direksi perusahaan energi BUMN, Pertamina dan Perusahaan Listrik Negara (PLN) di Istana Kepresidenan Bogor pada Selasa (16/11), Jokowi menyampaikan keinginannya agar masa transisi tersebut bisa segera dilakukan. PT PLN (Persero) menilai, kunci dari percepatan adalah terwujudnya standarisasi. Yang dimaksud dengan standarisasi disini adalah yang terkait dengan pembentukan ekosistem kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB).
Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN Bob Saril menyebutkan, standarisasi menjadi langkah penting untuk dapat mengakselerasi konversi mobil konvensional ke mobil listrik. Contohnya standarisasi pada baterai dan alat pengisian daya (charger). Standarisasi ini bisa menjadi acuan bagi produsen dalam negeri ketika memproduksi komponen-komponen pendukung yang dibutuhkan kendaraan listrik.
“Seperti colokan listrik, tiap negara memiliki bentuk yang berbeda, tetapi waktu masuk Indonesia bentuknya hanya satu saja,” ucap Bob pada acara Talkshow Indonesia Electric Motor Show (IEMS) 2021 yang bertajuk Platform Aggregator SPKLU dan SPBKLU.
Selain itu, ideal, menurut Bob, platform aggregator harus mampu memberikan efektivitas dan efisiensi secara total terhadap akselerasi pengembangan ekosistem kendaraan listrik. Program konversi energi ini mustahil segera terealisasi bila minim dukungn pemerintah yang memerlukan akuntabilitas sebagai bukti pertanggungjawabannya, sehingga platform aggregator juga dapat menjadi alat kontrol bagi palaksanaan kebijakan pemerintah.
“Aggregator juga dapat difungsikan sebagai salah satu alat untuk mempertangungjawabkan insentif yang diberikan oleh pemerintah. Untuk itu aggregator harus kita buat terstandarisasi yang mengerucut menjadi satu, dan dipegang oleh negara. Karena ini kepentingan negara,” tegasnya.
Saat ini, PLN sudah mengembangkan platform Charge.IN yang terintegrasi dengan superapps PLN Mobile untuk memberikan kemudahan kepada pengguna kendaraan listrik dalam memonitor lokasi SPKLU yang aktif, transaksi yang dilakukan dan jumlah energi yang telah di konsumsi. Platform Charge.In ini siap menjadi platform aggregator untuk ekosistem kendaraan listrik di Indonesia.
Pada kesempatan yang sama, dalam sambutannya ketika membuka IEMS 2021, Kepala Staf Presiden Moeldoko menyampaikan, Presiden Jokowi telah memberikan mandat mengenai percepatan penggunaan kendaraan listrik di Indonesia. Menurutnya presiden ingin agar transisi dari penggunaan energi fosil dalam hal ini bahan bakar segera dilakukan menuju energi terbarukan. “Transisi energi dari fosil ke energi terbarukan keharusan dan tidak bisa ditunda. Oleh sebab itu, harus ada perencanaan terukur dan alur waktu jelas,” ucap Moeldoko.
Ia juga menambahkan, para pelaku usaha sektor ini juga harus bergerak cepat agar ekosistem kendaraan listrik bisa segera terwujud. “SPKLU harus berani maju, produsen juga maju, jangan saling tunggu. Kalau keduanya saling tunggu ya enggak akan jadi.”
***