Penulis : Yudi Rachman I Editor : Yudi Rachman
Jakarta, STABILITASBISNIS.COM – Meskipun ekonomi global perlahan-lahan sudah mulai bangkit seiring dengan pandemi Covid-19 yang makin terkendali di beberapa negara. Namun pemulihan ekonomi dirasa masih sangat rapuh. Salah satunya karena disebabkan disrupsi yang terjadi pada rantai pasokan global.
Kondisi itulah yang dapat menghambat terwujudnya pemulihan ekonomi yang kokoh, inklusif, dan berkelanjutan. Bahkan, bila dibiarkan berkepanjangan, kondisi tersebut berpotensi menjadi tantangan ekonomi baru, memicu kenaikan harga dan kelangkaan barang, menghambat produktivitas, dan memengaruhi kesejahteraan.
Dikutip dari situs sekertariat kabinet, hal itu disampaikan Jokowi pada KTT Rantai Pasok Global yang digelar di sela-sela KTT G20 di La Nuvola, Roma-Italia pada Minggu (31/10/2021). Jokowi juga mengatakan, bahwa dampak disrupsi lebih terasa bagi negara berkembang. “Pada masa pandemi, kita saksikan terbatasnya akses negara berkembang pada vaksin, alat kesehatan dan obat-obatan. Tugas kita semua adalah mewujudkan ekosistem rantai pasok global yang tangguh, diversified dan berkelanjutan, tidak hanya berdimensi ekonomi, namun juga pembangunan,” ucapnya.
Dalam pertemuan tersebut, Jokowi didampingi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi. Jokowi juga menyampaikan beberapa pandangan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Dalam jangka pendek, menurut Jokowi, ada dua hal yang harus dipastikan, yaitu reaktivasi konektivitas global, termasuk mobilitas pelaku usaha dan tenaga kerja. “Kita perlu memastikan pengakuan dan keberterimaan vaksin secara universal, sesuai standar WHO, sekaligus memfasilitasi pemulihan perjalanan internasional yang non-diskriminatif. Kemudian terus meningkatkan kapasitas dan kesempatan sektor swasta dalam mengakses rantai pasok global,” ucap Jokowi.
Sehubungan dengan hal tersebut, Indonesia telah melakukan pembenahan regulasi dan peningkatan iklim usaha, antara lain melalui UU Cipta Kerja. “Kami juga terus mendorong dan mempercepat transformasi digital dan otomatisasi untuk meningkatkan ketelusuran rantai pasokan serta memperluas akses para pelaku usaha pada rantai pasok, termasuk UMKM,” jelas Jokowi.
Sementara itu, untuk jangka panjang, Jokowi mengatakan, setiap negara perlu melakukan kolaborasi dalam tiga hal, yaitu penguatan infrastruktur logistik. Semua negara perlu mendukung investasi dan kerjasama teknologi guna memperkuat kapasitas dan sebaran infrastruktur logistik, terutama bagi negara berkembang. “Melalui kemitraan swasta dan pemerintah, Indonesia sedang membangun dan memperbaharui 30 pelabuhan di seluruh wilayah kami,” ucapnya.
Kedua, diversifikasi sumber pasokan. Jokowi meyakini bahwa kerja sama investasi dan industri antarnegara serta penguatan arus perdagangan yang saling menguntungkan adalah kunci. Kemudian yang terkahir, risiko terbesar jangka panjang adalah proteksionisme perdagangan yang berpotensi merusak rantai pasok global.
“Kita harus bekerja sama dengan semangat saling mendukung, bukan saling membatasi, mendorong kebijakan yang konstruktif dan tidak diskriminatif, sesuai dengan prinsip hukum internasional, sekaligus menghormati konteks nasional dan hak berdaulat tiap negara,” jelasnya.
***